Read more: Cara Membuat Teks Berjalan di Tab dan Navbar Atas | Mas Bugie [dot] com http://www.masbugie.com/2010/04/cara-membuat-teks-berjalan-di-tab-dan.html#ixzz2Kbjd7mQM
UKM GEMA Politeknik Negeri Balikpapan

Selasa, 26 Februari 2013

Harusnya Membuahi Kemerdekaan

Malam berkelana berbekal gelap tanpa taburan bintang yang biasa mendandani angkasa raya. Seperti bintang, angin pun tak ingin diintervensi untuk turut aksi. Memilih diam dipersembunyiannya entah di mana. Hanya awan menggantung bergulung-gulung tebal memberi contekan bahwa akan ada beban ditumpah melalui guyur menghantam apa yang menghadang.

Malam ini begitu spesial, khusus dan terkhusus dari ratusan malam lain. Mendorong hanyut menghayati gempita dari riak empat mata angin. Ada lantunan takbir yang terus berkumandang memuji kebesaran pemilik Nama. Mengudara menerobos memasuki gendang telinga. Dari masjid-masjid, langgar lalu menjalar ke rumah-rumah serta jalan-jalan raya. Di mana individu tertulari copy paste nada dari awal suara bermula. Berulang-ulang lepas dari angka dan waktu mengilhami apa yang didengungi.

Yah begitulah persepsi banyak orang, apa yang keluar dari kerongkongan dipantulkan oleh lidah itu luapan rasa suka cita secara massal. Pasalnya sejak matahari ditarik mundur dari sinarnya. Jutaan umat muslim lagi menabuh genderang penutup perang ditandai ketika kumandang adzan maghrib itu.

Peperangan terkunci dari luar setelah terlewati sebulan terakhir menumpas hawa nafsu melalui lapar dan dahaga. Peperangan yang dari banyak kampanye lisan maupun tulisan, dari elektronik dan cetak diklaim membawa pulang sebuah kemenangan. Kemenangan dari peperangan agung yang lahir dari ksatria-ksatria yang turut pertarungan menjalankan Titah penguasa jagat raya. Kemenangan kemudian menjemput pagi dengan perayaan ritual spritual dua rakaat. Kemenangan terabadikan ketika telapak tangan bersegama dengan tangan lain. Begitu seterusnya beberapa hari sembari mengumbar “maaf” akibat kesalahan-kesalahan yang terlakoni. Saat itulah pen-Titah mengupah perang dengan memerintah malaikat Atid mensobek buku amal antagonis manusia yang lelah dicatat. Suci tak berdosa terhitung mundur sejak menjadi manusia.

Kemenangan... Mengajak lelaki muda itu mondar mandir dalam hayal menterjemahkan makna yang punya jutaan arti agar ditafsirkan dengan ide yang merdeka. Kemenangan yang membuat iblis, syaitan dan segala turunannya murka menjadi terdakwa sebagai pihak yang dikalahkan. Terkhayali sembari merebahkan diri di kursi beranda rumahnya. Sesantai mungkin menjinakkan badan agar pengembaraan ide begitu leluasa merangkul kata yang dimaksud. Ditengah gerimis hujan berubah garang terjun bebas dari awan. Berperang dengan caranya untuk menjajah waktu agar patuh menuruti geseran malam.

Namun, di tengah keseriusan otak yang diperas. Menculik semua file berhubungan dengan simbolisasi kemenangan, tiba-tiba dibuyarkan tanpa menepi jawaban. Semua bubar oleh suara yang muncul tapi tak memberi ijin dijamah penglihatannya.

“Benar kalian menang”, ucapnya yang mulai jelas ditelinga namun gagal dikelopak mata.

“Siapa kau”, lawan pemuda sedikit gusar Suara tak dikayuh jawaban membuat kosentrasi manuver memburu empunya. Indera yang paling diandalkannya diarahkan ke segala arah. Hasilnya tetap nihil melapor kesaluran akal lalu menterjemahkan apa-apa yang bisa diborgol.

“Tiada sesiapa di sini” celetuk bhatin. Karena di depannya hanya sebaris pot diinjak tanaman membelakangi pagar telanjang tanpa cat. Dibibir teras pun hanya berserakan sendal bermerk murah berpasangan-pasang itu. Di kirinya sekali terparkir dua motor dengan leher terkunci agar tak distir ke kanan maupun kiri.

“Lalu dari mana asal suara itu.” Gelisahnya lagi karena tak mampu menindas bulu kuduk yang kini satu persatu mengadu. Menukar dingin sergapan hujan dengan butiran keringat ketakutan.

“Kemenangan,,, berperang membentengi lambung kosong selama sebulan?,..”

“Sementara di luar sana jutaan saudaranya tak bisa keluar dari jajahan lapar berbilang bulan?.” Todong suara ghaib tak juga sudi menunjukkan wujud seperti dikehendaki.

“Kalian merayakan kemenangan perang membawa pulang pahala bergunung-gunung dengan ibadah dari wajib, sunnah hingga tidur berpahala. Bahkan setelah bersalam-salaman menjadi seperti bayi yang ditendang keluar dari rahim ibu. Suci, bersih dari noda dosa.” Usik suara itu lagi

“Seperti bayi,. Pantas tak bisa berbuat apa-apa. Suci tanpa dosa menjadi bekal untuk semakin menggilai dosa itu sendiri. Begitu seterusnya.” Sindirnya yang terus melaju menghujam telinga tanpa menunggu protes linglung tak melihat sesiapa.

“Lapar, ibadah-ibadah, menganiaya nafsu sebulan lalu kemudian bermaafan tercukupi syarat sebagai kemenangan melakukan peperangan dahsyat. Hanya karena agamamu membingkai bulan itu pilihan, suci lagi penuh ampunan..”

“Huft.. hebat sekali, padahal tak mampu mengubah apapun, kalian tetap beradegan jahat, menipu, mencuri dan memelihara kemunafikan seperti biasanya. Bahkan pasca sehari perayaan itu, jamaah masjid hanya digarda terdepan menyisakan segelintir di shaff kedua..” Bunyi suara dipersembunyiannya.

Perkataan itu membuat si pemuda membuka resleting pikirannya agar bisa mengeluarkan pengalaman terdahulu, sembari kepalanya naik turun pelan mengiyakan. Karena dari pengalamannnya berputar dokumen membenarkan kenyataan. Dimana suatu ketika pasca merayakan kemenangan semacam ini, tempat-tempat ibadah kembali sepi dari pengunjungnya.

“Kau hanya mengomel.” Bantah si lelaki seakan mengingkari anggukannya.

“Apa yang ingin kau utarakan selain hujatan?!!.” Lanjutnya menatap apapun tanpa membekaskan kefokusan.

Keghaiban itu menampakan suaranya lagi. Bertele namun mulai menuntun buruannya dari kegelisahan yang tak kunjung jera seperti hujan yang tak juga reda.

“Tak ada peperangan kawan,. Apalagi kemenangan.” Urainya lagi dengan nada sedikit ditekan

“Berpuasa, menahan lapar haus, melaksanakan beragam shalat wajib dan sunnah, tadarusan, bahkan berbohong pun dicekal. Kenapa?, karena semua orang seagamamu berfikiran dan melaksanakan hal yang sama pula. Agamamu memfasilitasi hingga secara umum penganutnya mengamini. merasa berdosa tak puasa karena sekelilingnya juga berfikir sama, tidak enak berbohong karena sekelilingnya juga demikian kawan. Semua hal secara umum ada dibenak penganutmu, Seragam dan biasa saja. Lantas dimana Peperangan dan kemenangan yang kau rayakan sedemikian megah bila dibandingkan dengan keadaan di luar dari bingkai agamamu yang tak jua berubah..” Ungkapnya lebih dalam

“Jadi maksudmu agamaku berbohong?!”

“Kuakui aku lagi mencari arti kemenangan ini. Tapi kau menyeretku agar mengamini dalil-dalil itu palsu... Seolah ada dogma agama.? Begitu maksudmu.!!” Serang Pemuda yang tak terima pendengarannya dihakimi. Mengingatkan dirinya pada Mark tokoh komunisme yang menghakimi agama dengan mengatakan bahwa “Agama itu candu” karena membius kaum buruh untuk sabar dari ketertindasannya.

“Lalu apa yang hari ini kami rayakan?.” Ucap pemuda yang terus memburu dengan pertanyaan.

(Bersambung)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar