Malam berkelana berbekal gelap tanpa taburan bintang yang biasa
mendandani angkasa raya. Seperti bintang, angin pun tak ingin
diintervensi untuk turut aksi. Memilih diam dipersembunyiannya entah di
mana. Hanya awan menggantung bergulung-gulung tebal memberi contekan
bahwa akan ada beban ditumpah melalui guyur menghantam apa yang
menghadang.
Malam ini begitu spesial, khusus dan terkhusus
dari ratusan malam lain. Mendorong hanyut menghayati gempita dari riak
empat mata angin. Ada lantunan takbir yang terus berkumandang memuji
kebesaran pemilik Nama. Mengudara menerobos memasuki gendang telinga.
Dari masjid-masjid, langgar lalu menjalar ke rumah-rumah serta
jalan-jalan raya. Di mana individu tertulari copy paste nada dari awal
suara bermula. Berulang-ulang lepas dari angka dan waktu mengilhami apa
yang didengungi.
Yah begitulah persepsi banyak orang, apa
yang keluar dari kerongkongan dipantulkan oleh lidah itu luapan rasa
suka cita secara massal. Pasalnya sejak matahari ditarik mundur dari
sinarnya. Jutaan umat muslim lagi menabuh genderang penutup perang
ditandai ketika kumandang adzan maghrib itu.
Peperangan
terkunci dari luar setelah terlewati sebulan terakhir menumpas hawa
nafsu melalui lapar dan dahaga. Peperangan yang dari banyak kampanye
lisan maupun tulisan, dari elektronik dan cetak diklaim membawa pulang
sebuah kemenangan. Kemenangan dari peperangan agung yang lahir dari
ksatria-ksatria yang turut pertarungan menjalankan Titah penguasa jagat
raya. Kemenangan kemudian menjemput pagi dengan perayaan ritual
spritual dua rakaat. Kemenangan terabadikan ketika telapak tangan
bersegama dengan tangan lain. Begitu seterusnya beberapa hari sembari
mengumbar “maaf” akibat kesalahan-kesalahan yang terlakoni. Saat itulah
pen-Titah mengupah perang dengan memerintah malaikat Atid mensobek
buku amal antagonis manusia yang lelah dicatat. Suci tak berdosa
terhitung mundur sejak menjadi manusia.
Kemenangan...
Mengajak lelaki muda itu mondar mandir dalam hayal menterjemahkan makna
yang punya jutaan arti agar ditafsirkan dengan ide yang merdeka.
Kemenangan yang membuat iblis, syaitan dan segala turunannya murka
menjadi terdakwa sebagai pihak yang dikalahkan. Terkhayali sembari
merebahkan diri di kursi beranda rumahnya. Sesantai mungkin menjinakkan
badan agar pengembaraan ide begitu leluasa merangkul kata yang
dimaksud. Ditengah gerimis hujan berubah garang terjun bebas dari awan.
Berperang dengan caranya untuk menjajah waktu agar patuh menuruti
geseran malam.
Namun, di tengah keseriusan otak yang
diperas. Menculik semua file berhubungan dengan simbolisasi kemenangan,
tiba-tiba dibuyarkan tanpa menepi jawaban. Semua bubar oleh suara yang
muncul tapi tak memberi ijin dijamah penglihatannya.
“Benar kalian menang”, ucapnya yang mulai jelas ditelinga namun gagal dikelopak mata.
“Siapa
kau”, lawan pemuda sedikit gusar Suara tak dikayuh jawaban membuat
kosentrasi manuver memburu empunya. Indera yang paling diandalkannya
diarahkan ke segala arah. Hasilnya tetap nihil melapor kesaluran akal
lalu menterjemahkan apa-apa yang bisa diborgol.
“Tiada
sesiapa di sini” celetuk bhatin. Karena di depannya hanya sebaris pot
diinjak tanaman membelakangi pagar telanjang tanpa cat. Dibibir teras
pun hanya berserakan sendal bermerk murah berpasangan-pasang itu. Di
kirinya sekali terparkir dua motor dengan leher terkunci agar tak
distir ke kanan maupun kiri.
“Lalu dari mana asal suara
itu.” Gelisahnya lagi karena tak mampu menindas bulu kuduk yang kini
satu persatu mengadu. Menukar dingin sergapan hujan dengan butiran
keringat ketakutan.
“Kemenangan,,, berperang membentengi lambung kosong selama sebulan?,..”
“Sementara
di luar sana jutaan saudaranya tak bisa keluar dari jajahan lapar
berbilang bulan?.” Todong suara ghaib tak juga sudi menunjukkan wujud
seperti dikehendaki.
“Kalian merayakan kemenangan perang
membawa pulang pahala bergunung-gunung dengan ibadah dari wajib, sunnah
hingga tidur berpahala. Bahkan setelah bersalam-salaman menjadi seperti
bayi yang ditendang keluar dari rahim ibu. Suci, bersih dari noda
dosa.” Usik suara itu lagi
“Seperti bayi,. Pantas tak bisa
berbuat apa-apa. Suci tanpa dosa menjadi bekal untuk semakin menggilai
dosa itu sendiri. Begitu seterusnya.” Sindirnya yang terus melaju
menghujam telinga tanpa menunggu protes linglung tak melihat sesiapa.
“Lapar,
ibadah-ibadah, menganiaya nafsu sebulan lalu kemudian bermaafan
tercukupi syarat sebagai kemenangan melakukan peperangan dahsyat. Hanya
karena agamamu membingkai bulan itu pilihan, suci lagi penuh ampunan..”
“Huft..
hebat sekali, padahal tak mampu mengubah apapun, kalian tetap
beradegan jahat, menipu, mencuri dan memelihara kemunafikan seperti
biasanya. Bahkan pasca sehari perayaan itu, jamaah masjid hanya digarda
terdepan menyisakan segelintir di shaff kedua..” Bunyi suara
dipersembunyiannya.
Perkataan itu membuat si pemuda
membuka resleting pikirannya agar bisa mengeluarkan pengalaman
terdahulu, sembari kepalanya naik turun pelan mengiyakan. Karena dari
pengalamannnya berputar dokumen membenarkan kenyataan. Dimana suatu
ketika pasca merayakan kemenangan semacam ini, tempat-tempat ibadah
kembali sepi dari pengunjungnya.
“Kau hanya mengomel.” Bantah si lelaki seakan mengingkari anggukannya.
“Apa yang ingin kau utarakan selain hujatan?!!.” Lanjutnya menatap apapun tanpa membekaskan kefokusan.
Keghaiban
itu menampakan suaranya lagi. Bertele namun mulai menuntun buruannya
dari kegelisahan yang tak kunjung jera seperti hujan yang tak juga
reda.
“Tak ada peperangan kawan,. Apalagi kemenangan.” Urainya lagi dengan nada sedikit ditekan
“Berpuasa,
menahan lapar haus, melaksanakan beragam shalat wajib dan sunnah,
tadarusan, bahkan berbohong pun dicekal. Kenapa?, karena semua orang
seagamamu berfikiran dan melaksanakan hal yang sama pula. Agamamu
memfasilitasi hingga secara umum penganutnya mengamini. merasa berdosa
tak puasa karena sekelilingnya juga berfikir sama, tidak enak berbohong
karena sekelilingnya juga demikian kawan. Semua hal secara umum ada
dibenak penganutmu, Seragam dan biasa saja. Lantas dimana Peperangan dan
kemenangan yang kau rayakan sedemikian megah bila dibandingkan dengan
keadaan di luar dari bingkai agamamu yang tak jua berubah..” Ungkapnya
lebih dalam
“Jadi maksudmu agamaku berbohong?!”
“Kuakui
aku lagi mencari arti kemenangan ini. Tapi kau menyeretku agar
mengamini dalil-dalil itu palsu... Seolah ada dogma agama.? Begitu
maksudmu.!!” Serang Pemuda yang tak terima pendengarannya dihakimi.
Mengingatkan dirinya pada Mark tokoh komunisme yang menghakimi agama
dengan mengatakan bahwa “Agama itu candu” karena membius kaum buruh
untuk sabar dari ketertindasannya.
“Lalu apa yang hari ini kami rayakan?.” Ucap pemuda yang terus memburu dengan pertanyaan.
(Bersambung)
Selasa, 26 Februari 2013
Sabtu, 23 Februari 2013
ITU Indonesia
“Sudah lama aku dengar dan membaca, ada suatu negeri di mana semua orang sama di depan hukum. Kata dongeng itu lagi, negeri itu memashurkan, menjunjung tinggi dan memuliakan kebebasan, persamaan dan persaudaraan. Aku ingin melihat negeri dongeng tersebut dalam kenyataan”.
(dikutip, Pramoedya Ananta Toer, Jejak Langkah)
Ada cerita menarik untuk semua sahabat. Original, natural lepas dari intervensi kecuali keinginan untuk sudi berbagi. Berbagi pasti menarik, bisa lebih mengikat satu sama lain. Erat merawat tak terjegal bahkan oleh belahan jarak. Tapi, entahlah bisakah itu jadi barometer memotretnya.
Lepaskan jerat itu lalu mari memulai dongeng nyata ini dengan sejenak ber-refleksi. Mengapa ?, karena perjuangan yang gagal dihayati sesungguhnya tak layak dilanjuti. Refleksi agar identitas diri hidup dalam perjuangan untuk kian akumulatif, kian baik, kian berkembang dan tentunya kian berkualitas. Siapa yang berkualitas,? Tentu milik siapa yang menjadi pemenang menghidupkan relaksasi tersebut bukan sekilas tangis atau makian semata. Tapi mampu menyeretnya keranah realisasi pascanya. Mudah Bukan,?..
* * * * * * * * *
Di sekolah dasar, menengah hingga tingkat seterusnya, kita sering didongengkan oleh guru-guru tentang kehebatan nenek moyang. Di rumah pun demikian, tak jarang orang tua atau nenek bercerita bagaimana moyang terdahulu disebut-sebut sebagai pelaut tangguh. Bahkan ketangguhan-ketangguhan lain yang masih kita dengar di bait-bait lagu mengabadikannya sampai sekarang. Apa yang kita dengar itu benar dan berangkat dari itu, mari bersama berselancar di sejarah lampau untuk mengatakan dengan tegas bahwa,
Andai nenek moyang kita lepas dari pengetahuan?, mengapa Empu Tantular menulis dan membukukan kitab tentang agama, etika, puisi, ketatanegaraan, strategi perang dan kebudayaan. Di mana eropa bahkan baru memulai mengenal tulisan.
Andai nenek moyang kita berperadaban mundur ?, mengapa meninggalkan candi Prambanan dan Borobudur di mana eropa saja kala itu belum berprasasti.
Andai nenek moyang kita tak kuat ?, mengapa dapat mengalahkan Kubilai Khan yang saat itu telah menumpas Eropa serta Timur Tengah. Bahkan kekalahan pertama bangsa Mongol dalam ekspansi menguasai dunia.
Andai pula nenek moyang kita tak tangguh?, lalu mengapa pula berhasil menundukkan lautan yang begitu luas hingga sampai menaklukan Madagaskar dan lewat semboyan seorang patih Gajah Mada sebagian besar kerajaan Nusantara dipeluknya.
Tentu masih banyak pertanyaan lain yang akan menelurkan mengapa-mengapa yang lain pula hingga kemudian, Mengapa sejarah dan bahkan dunia mengamini bahwa nenek moyang kita dahulu memiliki pengetahuan tinggi, peradaban maju, kuat dan tangguh di kolong langit ini.?
Sementara berbanding terbalik dengan kita yang secara nyata terbuahi akulturasi darah itu tak pede untuk ikut mengamini testimoni tersebut. Bahkan negara tetangga saja seperti Malaysia yang dahulu ingin diganyang oleh Soekarno, kini sudah berkali-kali menyenggol teritori laut dan menganiaya TKI Indonesia. Apa yang negara ini lakukan,?. Begitupula Arab Saudi yang dahulu bersama negara-negara timur tengah kooperatif menyatakan dukungan Indonesia sebagai negara berdaulat dan merdeka, kini berbalik menginjak martabat bangsa ini dengan memancung salah satu saudari kita tanpa sepengetahuan Negara pemasoknya pula. Apa yang pemerintah kita lakukan,?. Untuk kesekian kalinya Negara ini hanya mampu tunduk dalam negosiasi bertele yang super menyebalkan.
Masih ingat perwakilan rakyat kita (DPR RI) yang sempat dicekal agar tak menghamburkan uang hanya untuk studi banding ke Yunani belajar etika. Kenapa tidak berstudi pada Kerajaan Kalingga abad ke 7 yang dipimpin oleh Raja Sima, ratu yang menjadi raja menggantikan suaminya. Raja Sima pernah disegani etika budayanya hingga imperium asing pun sulit masuk karena ditantang mengalahkan budaya dari etika Kalingga terlebih dahulu.
Menjadi pemimpin negeri ini misalnya, apakah selalu barat referensinya. Padahal ada kerajaan Sunda yang punya ritual ketika anak raja mulai cukup usia menggantikan ayahnya, sang anak terlebih dahulu mengembara selama setahun mengelilingi kampung tanpa identitas kerajaan. Menjadi rakyat biasa berbaur lalu belajar memahami utuh kondisi dan kebutuhan rakyatnya. Dilewati semua rintangan hingga akhirnya arif dalam memimpin rakyatnya dikemudian.
Negara ini juga kerap kecolongan menjaga batas laut dimana kekayaan limpah ruah itu dieksploitasi negara-negara lain. Berstudi bandinglah pada Kerajaan Sriwijaya yang menjadikan laut sebagai basis pertahanan dan kekuatan 500 tahun lamanya, Atau Kerajaan Gowa Tallo yang juga terkenal dengan ekspansi laut di Pulau Sulawesi itu.
Semua kejayaan itu ada di sini, Nusantara (pernah disebut Dipantara oleh Tan malaka) yang kemudian menjadi Indonesia. Maka memahami lekuk budaya Nusantara teramatlah penting bukan saja sebagai transfer pengetahuan semata, namun tengokan masa lalu itu adalah transfusi darah mencuci bersih keterputusan 350 tahun yang pernah dibuat oleh Belanda kala menjajah. 350 tahun yang berarti 7 generasi (anda punya anak, anak anda punya anak lagi, dan seterusnya) rakyat ini dijangkit wabah buta huruf akibat tak diperkenalkan pendidikan karena khawatir pengenalan itu berakibat kembalinya ingatan terhadap nenek moyangnya.
Kekhawatiran itu terbukti ketika generasi ke 7 (Soekarno, Tan Malaka, Hatta, Syahrir, Aidit dan lain2) oleh Belanda melalui politik Etis membuka kran pendidikan dan pengetahuan menjadi blunder menelurkan semangat nasionalisme di Sumpah Pemuda. Penyatuan dari kebudayaan-kebudayaan yang beragam di bawah panji Indonesia. Terus merangkak hingga merebut kemerdekaan bangsanya.
350 tahun menciptakan satu generasi sebagai hujan menyirami kemarau enam generasi dibelakangnya. Siraman itu menghapus kebodohan, penindasan, inferior untuk disemai sebagai bangsa yang berjati diri, berdaulat, bermartabat warisan Nusantara.
Generasi penutup yang kemudian disebut Foundhing Father Indonesia. Melahirkan generasi baru yang kini yang kini berjalan diusia 66 tahun. Usia yang baru menelurkan dua generasi dari Soeharto, Gusdur, Megawati, SBY dan seangkatan itu padai generasi pertama dan kita (50 tahun kebawah) di generasi keduanya. Jika demikian seiring carut marutnya sistem pemerintahan ini, tentu bukan mustahil jika akan ada generasi bakal menjadi hujan kembali melenyapkan kemarau generasi. Karena sejarah pernah membuktikan.
Dari pengembaraan itu, entah apa yang menyeretku untuk menutup malam ini dengan mengatakan bahwa kelak di generasi anak-pinak yang entah keturunan keberapa, Negeri dongeng yang dimaksud Pramoedya Ananta Toer akan dijawab. Bahwa Sebenarnya Negeri itu ada di “INDONESIA”. (adhipmii)
(Olah mimpi sebuah rezim di 7 kali ulang Tahunnya)
Perlukah Negaa Islam
Sudah Islamkah Negeri ini ketika pemimpinnya adalah seorang pemeluk agama islam? Atau..
Sudah Islamkah negeri ini ketika mayoritas masyarakatnya beragama Islam? Atau Mungkin..
Sudah Islam pulakah negeri ini ketika undang-undangnya sudah mengunakan syairat Islam?
Mungkin sama naifnya dengan pertanyaan seperti ini. . .
Sudah Islamkah seseorang ketika namanya sudah menggunakan bahasa arab? Atau..
Sudah Islamkah seseorang ketika pakaiannya sudah menggunakan gamis dan jilbab? Atau Mungkin..
Sudah Islamkah seseorang ketika kemana-mana selalu membawa al-Qur’an?
………………….
Naif benar kau saudaraku, ketika kau samakan keislaman sebuah negeri hanya karena pemimpinnya beragama Islam sementara kau tidak tau kadar keimanan yang ada di dalam hatinya. Mirip orang Badui yang dikritik al-Qur’an karena mengaku beriman hanya dengan mengucapkan dua kalimat syahadat.
Oooo saudaraku Naïf benar pemahamanmu ketika kau nyatakan keislaman suatu negeri hanya karena mayoritas penduduknya memeluk islam, sementara akhlak mereka tak lebih dari orang-orang zalim yang lupa kepada Tuhannya. Mirip orang-orang munafik yang diancam Allah karena kebohongan mereka dalam beragama.
Ouh Saudaraku, naïf benar cara pandangmu, kau simpulkan keislaman suatu negeri hanya karena mereka cantumkan syariat islam sebagai undang-undang negaranya. Sementara diantara mereka masih menipu dan menyiasati hukum-hukumnya. Mirip keledai yang tak pernah mengerti meski kitab itu ada diatas punggungnya.
Mewakili Islam.
Negara manakah yang mewakili islam yang islami. Apakah Arab Saudi, Iran, Iraq, Afganistan, Yordania, Mesir, Sudan, Pakistan, Malaysia, ataukah Brunai Darussalam. Dan kalau kita masih ingat bagaimana pertikaian panjang antara Iran dan Iraq yang mengorbankan nyawa ratusan ribu penduduk di kedua belah pihak, atau perseteruan antara Hamas dan al-Fattah, atau pemberangusan kelompok Ikhwatul Muslimin sejak kepemimpinan Gamal Abdul Naseer di Mesir. Tentunya akan memberikan kebingungan tentang pembelaan klaim islam itu sendiri.
Lalu sebenarnya siapakah yang sebenarnya paling mewakili sebagai “wajah islam” di dunia internasional. Apakah Arab Saudi, dimana islam dan pembawa agama itu lahir, ada kota Mekkah dan Madinah sebagai simbol suci. Kalau jawabannya iya, apakah penguasanya yang mewakili hal tersebut. Sedangkan Arab Saudi dalam konteks pemerintahan adalah negara kerajaan yang tak mungkin pemimpinnya bukan dari garis keturunan atau keluarga dari kerajaan itu sendiri. bukankah nabi Muhammad SAW mencontohkan bahwa pemimpin harus dipilih oleh umat, yang terbaik dari umat. Sudahkah system pemerintahan ini islami?.
Seandainya ulama diberi hak untuk bersuara, maka ulama yang mana yang mewakili? Karena ada beberapa aliran seperti Wahabi, Sunni dan Syiah. Dimana banyak perbedaan pendapat dari ulama-ulama tersebut bahkan pada ranah penyelenggaraan pemerintahan sekalipun.
Di Arab Saudi sendiri, aliran Wahabi adalah “patner” pemerintahan sejak berdirinya kerajaan itu. Sejarahnya penuh dengan kepentingan dan pemberangusan aliran-aliran yang tidak sepaham dengan kerajaan. Sementara Sunni dan Syiah tidak mendapat tempat yang cukup baik di sana, padahal mereka memiliki massa yang besar terutama dari kalangan Sunni.
Lalu, apakah masyarakatnya. Lalu kelompok masyarakat yang manakah yang mewakili budaya dan peradaban islam yang dimaksud? Apakah masyarakat Mekkah atau Madinah. Dimana keduanya punya perbedaan dari tingkat pendidikan, kehalusan tutur kata, ketertiban dan kedisiplinannya. Sampai pada kualitas ibadah dan sosialnya.
Atau boleh jadi wajah islam tidak harus diwakili Arab Saudi. Mungkin di negara seperti Iran yang maju dan berpengetahuan itu.
Di negara para mullah ini, system pemerintahan dipilih dari rakyat lewat pemilihan umum. Para kandidat beradu kualitas, lalu dipilih oleh umat karena negara adalah milik rakyat. Namun, sang pemimpin harus memperoleh restu terlebih dahulu oleh para mullah alias ulamanya. Karena sesepuh negara adalah ulama itu. Dengan harapan agar pemerintahan kedepan dapat dikontrol sesuai dengan jalur agama. Benarkah?
Apakah ini yang disebut negara islam, negara yang dikendalikan oleh para ulama sesuai syariat islam. Sedangkan Presiden hanyalah pelaksana teknis. (di Indonesia jaman dulu ada MPR yang menentukan garis-garis besar haluan negara atau GBHN).
Selain itu, paham Syiah juga menjadi mayoritas di Iran sehingga mendominasi praktek-praktek ibadah dan ritual keagamaan masyarakatnya. Berseberangan dengan pemahaman Sunni yang minoritas di Iran namun menjadi mayoritas di Dunia islam. Lantas muncul pertanyaan apakah Syiah yang mewakili wajah islam yang diinginkan.
Bukan hanya itu, kalangan Syiah juga dipersepsi sering melakukan ritual-ritual yang dianggap berlebihan oleh kalangan Sunni. Golongan Syiah juga dianggap berlebihan dalam mengedepankan Ali Bin Abi Thalib dan Ahlul bait. Sedangkan penganut Sunni mengambil sumber dari para sahabat.
Selain Arab Saudi dan Iran, Mesir juga menjadi salah satu kiblat dunia islam. Di Mesir berdiri Universitas al-Azhar, kampus berusia ribuan tahun dan telah melahirkan ribuan ulama terkenal diseluruh dunia. Mayoritas ulama di sini adalah golongan Sunni dan makam Imam Syafi’I pun terdapat di Kairo, ibukota Mesir.
Secara formal Mesir tidak berlandaskan syariat islam. Hukum positif yang berlaku adalah peninggalan Perancis yang pernah menjajahnya antara tahun 1798-1801. Sedangkan pengaruh dinasti islam yang berkuasa di Mesir selama 642-1914 M, tidak sampai menyebabkan hukum-hukum kenegaraan di Mesir menggunakan syariat islam sebagai hukum positifnya. Melainkan lebih kepada kehidupan sipilnya. Dimana perundang-undangan dalam masyarakat yang lebih rendah dirujukan kepada semangat syariat islam. Yang pada intinya memelihara dan menjaga jiwa, harta, akal dan agama serta keturunan.
Nah, apakah ini yang mewakili wajah islam yang sesuai dengan semangat islam yang sesungguhnya. Sebuah cara penerapan hukum islam dari mayoritas kalangan Sunni, secara lentur, dengan mempertimbangkan konteks masyarakatnya. Walaupun titik lemah dari system ini terletak dari penyusunan dan penerapan peraturan yang lebih rendah itu, yang dikhawatirkan terjadi bargaining seiring dengan kepentingan yang terlibat didalamnya.
Penerapan syariat ini juga terjadi di Yordania, Syiria, Tunisia, Maroko. Misalnya mereka tidak menerapkan hukum rajam dan hukum cambuk. Yang dilihat adalah subtansi dan maksud dibalik hukuman tersebut. Dan menurut sejarah juga pernah dilakukan oleh khulafurasyidin Umar bin Khathab saat menjadi hakim pencurian. Dimana, ada seorang majikan yang melaporkan pegawainya dengan tuduhan mencuri makanan sang juragan. Awalnya Umar sempat menjatuhi hukum potong tangan kepada karyawan tersebut yang telah terbukti mencuri sesuai syariat islam. Namun ketika Umar bertanya kepada karyawan tersebut alasannya mencuri dan karyawan itu menjawab akibat majikannya tidak memberinya makan sehingga ia kelaparan. Lantas Umar mengubah dan hukum potong tangan itu untuk majikan tersebut. Hal ini didasari bahwa syariat tidak bertumpu pada teks yang bersifat mati, namun berdasarkan dari rasa keadilan dan perlindungan hukum tersebut.
Belum lagi bila kita mencoba mengiventarisasi seluruh negara-negara anggota OKI (Organisasi Konferensi Islam) yang terdiri dari 50 negara itu. Maka akan ditemukan varian-varian tentang konsep syariat islam versi mereka masing-masing. Lalu kemudian negara manakah yang paling berhak mewakili model untuk menerapkan negara islam dan mendapat mandat mewakili wajah islam yang dimaksudkan oleh Allah dan Rasulullah-Nya dalam kitab-Nya.
Wallahu . .
Sudah Islamkah negeri ini ketika mayoritas masyarakatnya beragama Islam? Atau Mungkin..
Sudah Islam pulakah negeri ini ketika undang-undangnya sudah mengunakan syairat Islam?
Mungkin sama naifnya dengan pertanyaan seperti ini. . .
Sudah Islamkah seseorang ketika namanya sudah menggunakan bahasa arab? Atau..
Sudah Islamkah seseorang ketika pakaiannya sudah menggunakan gamis dan jilbab? Atau Mungkin..
Sudah Islamkah seseorang ketika kemana-mana selalu membawa al-Qur’an?
………………….
Naif benar kau saudaraku, ketika kau samakan keislaman sebuah negeri hanya karena pemimpinnya beragama Islam sementara kau tidak tau kadar keimanan yang ada di dalam hatinya. Mirip orang Badui yang dikritik al-Qur’an karena mengaku beriman hanya dengan mengucapkan dua kalimat syahadat.
Oooo saudaraku Naïf benar pemahamanmu ketika kau nyatakan keislaman suatu negeri hanya karena mayoritas penduduknya memeluk islam, sementara akhlak mereka tak lebih dari orang-orang zalim yang lupa kepada Tuhannya. Mirip orang-orang munafik yang diancam Allah karena kebohongan mereka dalam beragama.
Ouh Saudaraku, naïf benar cara pandangmu, kau simpulkan keislaman suatu negeri hanya karena mereka cantumkan syariat islam sebagai undang-undang negaranya. Sementara diantara mereka masih menipu dan menyiasati hukum-hukumnya. Mirip keledai yang tak pernah mengerti meski kitab itu ada diatas punggungnya.
Mewakili Islam.
Negara manakah yang mewakili islam yang islami. Apakah Arab Saudi, Iran, Iraq, Afganistan, Yordania, Mesir, Sudan, Pakistan, Malaysia, ataukah Brunai Darussalam. Dan kalau kita masih ingat bagaimana pertikaian panjang antara Iran dan Iraq yang mengorbankan nyawa ratusan ribu penduduk di kedua belah pihak, atau perseteruan antara Hamas dan al-Fattah, atau pemberangusan kelompok Ikhwatul Muslimin sejak kepemimpinan Gamal Abdul Naseer di Mesir. Tentunya akan memberikan kebingungan tentang pembelaan klaim islam itu sendiri.
Lalu sebenarnya siapakah yang sebenarnya paling mewakili sebagai “wajah islam” di dunia internasional. Apakah Arab Saudi, dimana islam dan pembawa agama itu lahir, ada kota Mekkah dan Madinah sebagai simbol suci. Kalau jawabannya iya, apakah penguasanya yang mewakili hal tersebut. Sedangkan Arab Saudi dalam konteks pemerintahan adalah negara kerajaan yang tak mungkin pemimpinnya bukan dari garis keturunan atau keluarga dari kerajaan itu sendiri. bukankah nabi Muhammad SAW mencontohkan bahwa pemimpin harus dipilih oleh umat, yang terbaik dari umat. Sudahkah system pemerintahan ini islami?.
Seandainya ulama diberi hak untuk bersuara, maka ulama yang mana yang mewakili? Karena ada beberapa aliran seperti Wahabi, Sunni dan Syiah. Dimana banyak perbedaan pendapat dari ulama-ulama tersebut bahkan pada ranah penyelenggaraan pemerintahan sekalipun.
Di Arab Saudi sendiri, aliran Wahabi adalah “patner” pemerintahan sejak berdirinya kerajaan itu. Sejarahnya penuh dengan kepentingan dan pemberangusan aliran-aliran yang tidak sepaham dengan kerajaan. Sementara Sunni dan Syiah tidak mendapat tempat yang cukup baik di sana, padahal mereka memiliki massa yang besar terutama dari kalangan Sunni.
Lalu, apakah masyarakatnya. Lalu kelompok masyarakat yang manakah yang mewakili budaya dan peradaban islam yang dimaksud? Apakah masyarakat Mekkah atau Madinah. Dimana keduanya punya perbedaan dari tingkat pendidikan, kehalusan tutur kata, ketertiban dan kedisiplinannya. Sampai pada kualitas ibadah dan sosialnya.
Atau boleh jadi wajah islam tidak harus diwakili Arab Saudi. Mungkin di negara seperti Iran yang maju dan berpengetahuan itu.
Di negara para mullah ini, system pemerintahan dipilih dari rakyat lewat pemilihan umum. Para kandidat beradu kualitas, lalu dipilih oleh umat karena negara adalah milik rakyat. Namun, sang pemimpin harus memperoleh restu terlebih dahulu oleh para mullah alias ulamanya. Karena sesepuh negara adalah ulama itu. Dengan harapan agar pemerintahan kedepan dapat dikontrol sesuai dengan jalur agama. Benarkah?
Apakah ini yang disebut negara islam, negara yang dikendalikan oleh para ulama sesuai syariat islam. Sedangkan Presiden hanyalah pelaksana teknis. (di Indonesia jaman dulu ada MPR yang menentukan garis-garis besar haluan negara atau GBHN).
Selain itu, paham Syiah juga menjadi mayoritas di Iran sehingga mendominasi praktek-praktek ibadah dan ritual keagamaan masyarakatnya. Berseberangan dengan pemahaman Sunni yang minoritas di Iran namun menjadi mayoritas di Dunia islam. Lantas muncul pertanyaan apakah Syiah yang mewakili wajah islam yang diinginkan.
Bukan hanya itu, kalangan Syiah juga dipersepsi sering melakukan ritual-ritual yang dianggap berlebihan oleh kalangan Sunni. Golongan Syiah juga dianggap berlebihan dalam mengedepankan Ali Bin Abi Thalib dan Ahlul bait. Sedangkan penganut Sunni mengambil sumber dari para sahabat.
Selain Arab Saudi dan Iran, Mesir juga menjadi salah satu kiblat dunia islam. Di Mesir berdiri Universitas al-Azhar, kampus berusia ribuan tahun dan telah melahirkan ribuan ulama terkenal diseluruh dunia. Mayoritas ulama di sini adalah golongan Sunni dan makam Imam Syafi’I pun terdapat di Kairo, ibukota Mesir.
Secara formal Mesir tidak berlandaskan syariat islam. Hukum positif yang berlaku adalah peninggalan Perancis yang pernah menjajahnya antara tahun 1798-1801. Sedangkan pengaruh dinasti islam yang berkuasa di Mesir selama 642-1914 M, tidak sampai menyebabkan hukum-hukum kenegaraan di Mesir menggunakan syariat islam sebagai hukum positifnya. Melainkan lebih kepada kehidupan sipilnya. Dimana perundang-undangan dalam masyarakat yang lebih rendah dirujukan kepada semangat syariat islam. Yang pada intinya memelihara dan menjaga jiwa, harta, akal dan agama serta keturunan.
Nah, apakah ini yang mewakili wajah islam yang sesuai dengan semangat islam yang sesungguhnya. Sebuah cara penerapan hukum islam dari mayoritas kalangan Sunni, secara lentur, dengan mempertimbangkan konteks masyarakatnya. Walaupun titik lemah dari system ini terletak dari penyusunan dan penerapan peraturan yang lebih rendah itu, yang dikhawatirkan terjadi bargaining seiring dengan kepentingan yang terlibat didalamnya.
Penerapan syariat ini juga terjadi di Yordania, Syiria, Tunisia, Maroko. Misalnya mereka tidak menerapkan hukum rajam dan hukum cambuk. Yang dilihat adalah subtansi dan maksud dibalik hukuman tersebut. Dan menurut sejarah juga pernah dilakukan oleh khulafurasyidin Umar bin Khathab saat menjadi hakim pencurian. Dimana, ada seorang majikan yang melaporkan pegawainya dengan tuduhan mencuri makanan sang juragan. Awalnya Umar sempat menjatuhi hukum potong tangan kepada karyawan tersebut yang telah terbukti mencuri sesuai syariat islam. Namun ketika Umar bertanya kepada karyawan tersebut alasannya mencuri dan karyawan itu menjawab akibat majikannya tidak memberinya makan sehingga ia kelaparan. Lantas Umar mengubah dan hukum potong tangan itu untuk majikan tersebut. Hal ini didasari bahwa syariat tidak bertumpu pada teks yang bersifat mati, namun berdasarkan dari rasa keadilan dan perlindungan hukum tersebut.
Belum lagi bila kita mencoba mengiventarisasi seluruh negara-negara anggota OKI (Organisasi Konferensi Islam) yang terdiri dari 50 negara itu. Maka akan ditemukan varian-varian tentang konsep syariat islam versi mereka masing-masing. Lalu kemudian negara manakah yang paling berhak mewakili model untuk menerapkan negara islam dan mendapat mandat mewakili wajah islam yang dimaksudkan oleh Allah dan Rasulullah-Nya dalam kitab-Nya.
Wallahu . .
Kamis, 21 Februari 2013
Balikpapan adalah Konsesi Tambang Migas yang
dijual Kesultanan Kutai pada Belanda lewat Besluit 1888...komprominya
adalah Belanda memberikan Royalti pada Sultan Kutai, akibat Politik
"devide et impera" yang mengepung kesultanan kutai kala itu..
tapi tak semua Orang Kutai kompromis pada Belanda..Sultan Aji Muhammad Idris yang berkoalisi dengan Armada Perang Sultan Wajo, La Madukelleng adalah salah satu yang Merupakan Kutai pejuang..namun yang kompromis dan jadi kader Imperialis pun tak otomatis hilang..
Mungkin, Awang Faroek adalah kelanjutannya..Gubernur Kaltim ini yang hendak memaksakan membangun SUPERMALL di Balikpapan..demi rente dari Investor..
ia juga yang memaksakan mengganti nama Bandara Sepinggan dengan Nama baru, demi rente proyek...jadi..anda Kutai yang mana ? Kutai Pejuang kah atau Kutai yg Pro Imperialis..? #ILMU POLITIK NUSANTARA
tapi tak semua Orang Kutai kompromis pada Belanda..Sultan Aji Muhammad Idris yang berkoalisi dengan Armada Perang Sultan Wajo, La Madukelleng adalah salah satu yang Merupakan Kutai pejuang..namun yang kompromis dan jadi kader Imperialis pun tak otomatis hilang..
Mungkin, Awang Faroek adalah kelanjutannya..Gubernur Kaltim ini yang hendak memaksakan membangun SUPERMALL di Balikpapan..demi rente dari Investor..
ia juga yang memaksakan mengganti nama Bandara Sepinggan dengan Nama baru, demi rente proyek...jadi..anda Kutai yang mana ? Kutai Pejuang kah atau Kutai yg Pro Imperialis..? #ILMU POLITIK NUSANTARA
Rokok Beneran TIDAK BERBAHAYA!!!,
Banyak orang menghawatirkan bahaya rokok, tapi setelah diselidiki oleh
beberapa pakar dalam bidangnya ternyata rokok itu sama sekali tidak
berbahaya!
Ada sebuah the untold story yang membuka mata dunia bahwa rokok itu tidak berbahaya sama sekali.
Berikut cuplikan-nya:
Ada tiga orang pakar. Mereka selalu bersama kemana saja.
Tapi ketiganya memiliki kesukaan beda.
A. dr Jon Van Toncik (suka main perempuan).
B. dr Joni van Walker (suka minum minuman keras).
C. dr Toni Tobacco (suka segala jenis rokok) .
Suatu hari mereka pergi ke dukun sakti. Lalu mereka memilih sesuai kegemaran masing-masing.
Si A : “Aku mau perempuan-perempuan muda dari berbagai bangsa + makanan
minuman yang cukup. Letakkan dalam gua tertutup dan jangan ganggu aku
selama 10 tahun”. Dan sekejap mata jadi.
Si B: “Aku mau semua
jenis arak dari seluruh dunia + bekal makanan yang cukup letakkan dalam
gua tertutup dan jangan ganggu aku selama 10 tahun”. Dan sekejap mata
jadi.
Si C : “Aku mau semua jenis rokok dari seluruh dunia +
makanan yang cukup letakkan dalam gua tertutup dan jangan ganggu aku
selama 10 tahun”. Dan sekejap mata jadi
10 Tahun Kemudian, dukun sakti membuka pintu gua masing-masing sesuai perjanjian.
Ketika pintu Gua I dibuka, keluarlah si A, kurus kering, berdiri pun
tidak bisa karena lutut pada goyang hampir lepas, sebab hari-harinya
dihabiskan hanya memuaskan nafsu dengan perempuan. Beberapa saat
kemudian si A pun jatuh ke tanah lalu mati.
Pintu Gua II
dibuka, maka keluarlah si B, perut buncit dan mata merah karena
hari-harinya dihabiskan dengan mabuk-mabukan. dia terhuyung dan jatuh ke
tanah lalu mati.
Pintu III dibuka,keluarlah si C, sehat
walafiat bahkan lebih sehat. dari 10 tahun lalu. dia berjalan tegap ke
arah dukun itu dan langsung Menabok kepala sang dukun seraya berkata,
“Dasar DUKUN GUOBLOOOKK!!! NGASIH ROKOK KOREKNYA MANA?!
Catatan : ROKOK TIDAK BERBAHAYA BAGI KESEHATAN selama TIDAK ADA KOREKNYA” ({}) He... he...
Senin, 11 Februari 2013
Workshop seni musik Kalimantan Timur & Amerika
Budaya adalah daya dari budi yang berupa
cipta dan rasa, sedangkan kebudayaan adalah hasil dari cipta rasa, karsa, dan
rasa tersebut, oleh karena itu kebudayaan dari setiap bangsa berbeda-beda.
Meskipun terkadang ada kesamaan seperti halnya rumpun dan ras. Di Indonesia
sendiri mempunyai keaneka ragaman suku dan budaya, yang mana dengan keragaman
suku dan budaya tersebut, Indonesia memiliki ciri khas tersendiri apabila di
bandingkan negara-negara lain. Selain sebagai ajang untuk mengukir prestasi, budaya juga bisa dijadikan
sebagai sarana untuk mempererat tali persaudaraan antar bangsa dan Negara,
sehingga dapat saling memahami dan menghargai budaya masing-masing.
Salah satu cara
dalam merealisasikan terciptanya suatu sinergi antara keragaman budaya yang
berbeda, adalah dengan musik. Karena musik adalah bahasa rasa yang dituangkan
dalam bait-bait syair dan nada. Musik bersifat universal sehingga dapat diterima oleh
semua kalangan. Kalimantan Timur sendiri memiliki musik tradisional yang harus
dilestarikan, sehingga musik tradisional Kalimantan Timur dapat dikenal
dikalangan Internasional.
Dalam rangka menambah wawasan dan
kreatifitas pelajar mahasiswa se– Balikpapan dibidang seni dan budaya, UKM Gema
Politeknik Negeri Balikpapan dan SMK Negeri 1 Balikpapan telah bekerja sama
dengan Kedutaan Besar Amerika untuk menyelenggarakan workshop seni budaya dan
konser musik dengan menghadirkan musisi asal Amerika Serikat “ Audiopharmacy “.
Audiopharmacy adalah grup musik dengan
aliran Hip Hop kontemporer
asal San fransisco, California dimana
setiap
anggotanya berusaha
memperkenalkan aliran musik Hip
Hop di berbagai belahan dunia. Mereka menggabungkan bakat untuk membuat suara dan budaya yang
terinspirasi dari seluruh budaya di dunia, group musik ini sudah menggelar konser di berbagai Negara seperti Jerman, Swiss,
Austria, Belanda, Perancis, Inggris, dan Jepang.
Kini
Audiopharmacy akan hadir di Indonesia pada bulan Februari. Dan salah satu kota yang akan mereka
singgahi adalah Kota Balikpapan. Bertepatan dengan Peringatan Ulang Tahun Kota
Balikpapan ke 116, maka kami merangkai kegiatan workshop seni budaya dan konser
untuk memperkenalkan kebudayaan Amerika dan budaya lokal Kalimantan Timur. Dengan rangkaian acara ini kami
berharap dapat menjadi kado ulang tahun untuk kota Balikpapan dengan semangat
kepemudaan, dan
menjadi
pelopor pemuda yang mampu melestarikan
dan
memperkenalkan seni budaya lokal di tingkat Internasional.
Langganan:
Postingan (Atom)